Postpartum Syndrome

Sejak melahirkan Aisyah saya memang sudah terkena baby blues syndrome. Ini disebabkan karena lingkungan sekitar yang gak mendukung. Terlalu banyak orang yang berkomentar dan mitos-mitos bodoh yang bikin saya stres. Bahkan hingga saat ini kadang saya merasa saya masih terkena baby blues syndrome berkepanjangan yang berubah jadi postpartum syndrome.

Rasa saya terlalu banyak cemas mengenai anak saya. Entah karena saya punya harapan yang tinggi kepada anak saya. Saya punya harapan agar anak saya hidup di lingkungan Islami. Saya gak ingin anak saya mengalami hal buruk seperti saya sewaktu kecil. Punya orang tua beda agama membuat saya sulit untuk belajar agama yang saya inginkan. Itulah mengapa saya menikahi laki-laki yang seagama. Saya gak ingin mengulang masa lalu.

Sekarang memang Aisyah gak lagi bingun pilih agama apa. Kami memang mengarahkan Aisyah menjadi seorang muslim. Tapi bukan di sana letak masalahnya. Saya tinggal di mana banyak hal yang gak baik mudah sekali ditemukan bahkan di dalam rumah. Dan saya gak bisa pergi seenaknya karena banyak hal yang gak bisa diungkapkan.

Kalau mau dituruti maka setiap hari saya bisa menangisi Aisyah terus. Tapi saya jarang sekali menangis kecuali hari ini. Ketika keimanan saya berada dititik terendah. Saya gak lagi bisa bersabar dengan keadaan. Rasanya ingin mengacuhkan Aisyah saja. Apalagi dia lebih memilih hal yang buruk. Anak kecil memang belum mengerti apa-apa. Kita gak bisa begitu saja menuruti keinginannya.

Saya gak menyalahkannya jika dia memilih hal buruk, saya maklum. Tapi sayangnya ketika saya tegas justru dikira jahat. Lalu Aisyah lebih memilih orang lain yang membelanya. Tentu saja hati saya sakit dan hancur. Saya ingin mengabaikan hal itu. Tapi gak bisa, terlalu sering hal itu terjadi.

Komentar

  1. Duh, itu aku kemarin baru ngerasakan ,
    Saya gak menyalahkannya jika dia memilih hal buruk, saya maklum. Tapi sayangnya ketika saya tegas justru dikira jahat. Lalu Aisyah lebih memilih orang lain yang membelanya.

    Sedih, pedih tapi enggak mungkin protes yang ada saya malah harus introspeksi diri.

    Mbak pasti bisa move on kok, hehhee pikirin yang happy happy lah...

    BalasHapus
  2. saya pernah mengalami kondisi serupa, butuh ekstra effort untuk segera bangkit dari lingkaran tersebut.

    BalasHapus
  3. Ya ampuuun....kadang emang gitu, cuek saja kalau dengan mitos2, ya. Ketimbang bikin kita stress.

    BalasHapus
  4. Saya bingung mau komentar apa Bunda, Alhamdululah Bunda msh tetap Istiqomah dalam agama ini. Semoga Allah melindungi Aisyah ya Bunda.
    Yang sabar dan tetap semangat ya.

    Salam kenal dan peul hangat dari Jogja :D
    *Arinta, blogger cupu

    BalasHapus
  5. Urusan rumah tangga memang berbeda ketika bukan 2 orang saja yang ada dalam kehidupan itu. Semoga menemukan solusi terbaik mbak :)

    BalasHapus
  6. Wah, mak Enny kenapa..? Sabar ya mak. Sending my virtual hugs for you :)

    BalasHapus
  7. Menangislah pada Allah, tak apa2. Saya sering melakukannya, memohon pertolonganNya tanpa menutupi apa2, tanpa jaim menunjukkan selemah-lemahnya aku dihadapanNya. Semoga segera bisa terbebas memiliki lingkungan yg dipilih sendiri.

    BalasHapus
  8. Klo ninggalin hunian mertua indah gmn?

    Yg sabar ya mba

    BalasHapus

Posting Komentar

Komentar akan dimoderasi.
Maaf hanya membalas komentar dari author perempuan.