Beberapa hari ini saya memang lagi keluar rumah terus dengan suami. Alhasil kami memang jadi sering meninggalkan Aisyah bersama eyangnya. Tapi ada hal yang kadang membuat saya terganggu tiap kali saya harus pergi kajian dan meninggalkan Aisyah. Ada perasaan bersalah yang selalu meliputi tiap kali saya pergi dan pulang.
Saya selalu ingin membawa Aisyah ikut kajian. Tapi suami selalu khawatir kalau bawa Aisyah bisa kacau balau. Pasalnya Aisyah bukan tipikal anak yang mau diam berjam-jam. Dia hanya bisa diam sebentar lalu pergi ke sana kemari. Takutnya kalau dibawa kajian bakalan terjadi huru-hara dan gak dapet ilmu.
Lagi pula tiap kali saya ingin membawa Aisyah ikut kajian sepertinya raut wajah eyangnya gak setuju meski gak bilang dengan jelas sih. Tapi ya gitu saya gak bisa ninggalin Aisyah buat kajian lagi. Saya menyerah dengan perasaan bersalah yang selalu menghantui. Belum lagi beberapa hari ini Aisyah memang sedang toilet training. Kalau saya tinggal biasanya dipakein pospak oleh eyangnya. Padahal banyak clodi tapi karena di lemari baju Aisyah ada pospak sepertinya eyangnya lebih milih pospak aja. Mungkin karena lebih praktis ketimbang clodi.
Kadang saat saya terlalu idealis sehingga yang ada saya jadi bete sendiri. Selalu yang ada dibenak saya adalah jadi ibu yang sempurna. Tapi masalahnya gak ada manusia sempurna dan seorang ibu pun juga manusia. Saat terlalu idealis rasanya saya hampir gila. Akhirnya saya memilih berdamai dengan diri sendiri dengan melepas idealisme yang gak bisa direalisasikan.
Meski saya gak pernah ingin menitipkan Aisyah pada eyangnya tapi kenyataannya saya harus menitipkannya. Saya ingin hadir di majlis ilmu lagi. Belajar lagi karena selama masih hidup ilmu tetap harus dicari. Tapi saya harus realistis bahwa saya punya anak. Dan saya seorang pecundang yang gak becus ngurus anak sendiri. Gak bisa bawa anak ikut kajian seperti para ummahat lainnya. Kadang sedih tapi mau gemana lagi. Saya gak hidup sendiri. Keputusan yang saya ambil haruslah disetujui juga oleh suami.
Saya berusaha berdamai dan mencari jalan lain agar gak kudet ilmu. Mungkin saya hanya akan menghadiri kajian sebulan sekali saja. Gak akan terlalu sering. Cukuplah beberapa hari ini saya merasa lelah hati dan pikiran karena meninggalkan Aisyah selama beberapa jam. Kadang saya merasa apakah saya ini kena baby blues yang berkepanjangan yah?
Saya selalu ingin membawa Aisyah ikut kajian. Tapi suami selalu khawatir kalau bawa Aisyah bisa kacau balau. Pasalnya Aisyah bukan tipikal anak yang mau diam berjam-jam. Dia hanya bisa diam sebentar lalu pergi ke sana kemari. Takutnya kalau dibawa kajian bakalan terjadi huru-hara dan gak dapet ilmu.
Lagi pula tiap kali saya ingin membawa Aisyah ikut kajian sepertinya raut wajah eyangnya gak setuju meski gak bilang dengan jelas sih. Tapi ya gitu saya gak bisa ninggalin Aisyah buat kajian lagi. Saya menyerah dengan perasaan bersalah yang selalu menghantui. Belum lagi beberapa hari ini Aisyah memang sedang toilet training. Kalau saya tinggal biasanya dipakein pospak oleh eyangnya. Padahal banyak clodi tapi karena di lemari baju Aisyah ada pospak sepertinya eyangnya lebih milih pospak aja. Mungkin karena lebih praktis ketimbang clodi.
Gara-Gara Pospak
Di sinilah dimulai dilemanya. Kalau saya ikut kajian maka Aisyah gagal toilet training karena pakai pospak. Belum lagi selangkangan Aisyah mulai kena ruam karena terlalu lama pakai pospak. Padahal saya sudah siap untuk toilet training Aisyah. Begitu juga Aisyah memang bisa diajak kerja sama. Aisyah memang sudah gak ingin pakai popok apa pun. Entah itu clodi atau pospak. Dia ingin pantatnya bebas tanpa embel-embel. Saya mengerti, karena pakai clodi atau pospak memang gak enak.Kadang saat saya terlalu idealis sehingga yang ada saya jadi bete sendiri. Selalu yang ada dibenak saya adalah jadi ibu yang sempurna. Tapi masalahnya gak ada manusia sempurna dan seorang ibu pun juga manusia. Saat terlalu idealis rasanya saya hampir gila. Akhirnya saya memilih berdamai dengan diri sendiri dengan melepas idealisme yang gak bisa direalisasikan.
Seandainya Jadi Seorang Nenek
Jujur saja tiap kali pulang kajian dan melihat Aisyah pakai pospak rasanya saya kesal. Tapi saya juga harus mengerti kondisi eyangnya yang mungkin kerepotan jika harus menuruti aturan saya. Di sanalah saya berusaha menempatkan diri saya jadi seorang eyang yang rempong jagain cucu.Meski saya gak pernah ingin menitipkan Aisyah pada eyangnya tapi kenyataannya saya harus menitipkannya. Saya ingin hadir di majlis ilmu lagi. Belajar lagi karena selama masih hidup ilmu tetap harus dicari. Tapi saya harus realistis bahwa saya punya anak. Dan saya seorang pecundang yang gak becus ngurus anak sendiri. Gak bisa bawa anak ikut kajian seperti para ummahat lainnya. Kadang sedih tapi mau gemana lagi. Saya gak hidup sendiri. Keputusan yang saya ambil haruslah disetujui juga oleh suami.
Saya berusaha berdamai dan mencari jalan lain agar gak kudet ilmu. Mungkin saya hanya akan menghadiri kajian sebulan sekali saja. Gak akan terlalu sering. Cukuplah beberapa hari ini saya merasa lelah hati dan pikiran karena meninggalkan Aisyah selama beberapa jam. Kadang saya merasa apakah saya ini kena baby blues yang berkepanjangan yah?
iya Mbak, kadang untuk mencari ilmu meskipun sebentar, ada kenyataan kita memiliki anak, jika dibawa seperti kebanyakan orang ada pertimbangan lainnya apalagi jika keputusannya dari dua orang, suami dan kita sendiri.ya. Mau dibawa ada banyak pertimbangan contohnya, kasihan pakai pospak atau malah akan lelarian sana-sini yang membuat kita jadi enggak fokus untuk mendengarkan ilmu.
BalasHapusJadi curhat sayah
Bener banget mba, sama2 curhat neh :D
HapusKeinginan kita kadang memang berbeda dengan kenyataan, ya. Aku dulu sempat kerja di preschool, di sana ada daycare nya juga. Aku yakin para ibu juga gak mau menitipkan anak-anaknya di sana, tapi mereka punya pertimbangan lain seperti harus bekerja atau sekolah. Kalau sudah begini ya hati harus yakin kalau yang merawat juga pasti niatnya baik, ---supaya waktu menitipkan hati juga tenang.
BalasHapusSemoga dilema pospaknya cepat teratasi, ya. Sukses untuk toilet trainingnya Aisyah :)
Klo mbakku si anak dibawa. Tp ya emang fokusnya terbagi
BalasHapus